Rabu, 14 November 2012

TEKNIK LOMPAT JANGKIT


BAB I
PENDAHULUAN
      Lompat jangkit pertama kali tercatat dilakukan pada Tailteann Games di kota Telltown atau Taillten,negara Meath, Scotland pada tahun 1829 SM - 554 SM.Terpisah dari lompat jangkit di Scotland, olahraga ini mungkin di kompetisikan pada Olimpiade kuno di Olympia, Roma pada tahun 776 SM to 393. Lompat jauh pasti dijadikan salah satu event, tapi dapat kita duga bahwa lompat jangkit juga ada dalam jadwal pertandingan. Adanya catatan lompatan sejauh50kaki, dari situ kita bisa berasumsi bahwa terjadi lompatan lebih dari satu kali. Atlit terkenal pada jaman kuno adalah Chionis dari Sparta yang bertanding pada tahun 664 - 656 SM dan memenangkanlomba lari, lompat jauh dan lompat jangkit. Peraturannya sedikit kurang jelas, tetapi Chionis mencapai jarak 52 kaki atau 15.85 meter. Catatan lompat jauhnya 23 kaki atau 7.01 meter. Perbandingan jarakantara lompat jauh dan lompat jangkitnya, mirip dengan yang ada pada masa kini, jadi dapat disimpulkan kalau lompat jangkit sudah dilakukan sejak jaman dahulu.
      Atlit lompat jangkit dari Indonesia adalah almarhum F.G.E. Rorimpandey, beliau adalah atletlompat galah dan lompat jangkit yang wafat pada 30 Juli 2009. Universitas yang memiliki lapangan untuklompat jangkit adalah Universitas Indonesia (UI). Rekor dunia sekarang untuk lompat jangkit adalah18.29m dipegang oleh Jonathan Edwards dari inggris untuk pria, dan 15.50m dipegang oleh InessaKravets dari ukraina untuk wanita.  
      Nomor lompat jangkit dalam PON XVI 2004 di Palembang diikuti oleh 7 (tujuh) orang atlet, yaitu Sugeng jatmiko dari Jawa Timur (pemegang rekor nasional, dengan lompatan 15,97 m yang diciptakan di Jakarta tahun 1997, dan rekor PON 15,91 m di Jakarta tahun 1996), Tarmudianto(Jatim), Yousan C, Lekahena (Jabar), Doni Susanto (Jabar), Made Suta Atmaja (Bali),Triman (Jateng), Mohamad Junaedi (DKI).
      Bila dibandingkan prestasi lompat jangkit antara atlet Indonesia dengan beberapa atlet lompat jangkit dunia, maka prestasi yang diraih atlet Indonesia sama dengan hasil lompatan atlet dunia tahun 1950 atas nama Adhemar da Silva (Brazil) dengan lompatan 16,00 m (Hay, 1993), dan sangat jauh bila dibandingkan dengan atlet-atlet lompat jangkit dunia lainnya seperti Mike Conley (USA, Juara dunia 2003), Jonathan Edwards (Inggris, pemegang rekor dunia), Charles Friedek (Jerman), Yoel Garcia (Kuba), kenny Harrison (USA), Al-Joyner (USA), Denis Kapustin (Rusia), Kristo Markov (Bulgaria), Christian Olsson (Swedia, peraih medali emas Olimpiade Athena 2004), Yoelbi Quesada (Kuba), Victor Saneyev (USSR, juara olimpiade Montreal, Munchen,dan Mexico City), Josef Schmidt (Polandia).
      Prestasi lompat jangkit yang dibuat setelah tahun 1960 oleh para pelompat dunia hampir semuanya di atas 17 m. Rekor dunia masih dipegang oleh Jonathan Edwards (Inggris, 18,45 m), sedangkan juara Olimpiade Athena 2004 adalah Christian Olsson (Swedia) dengan lompatan 17,79 m, perak- Marian Oprea (Romania) 17,55 m, perunggu- Danila Burkenya (Rusia) 17,48 m. Jadi kalau diamati perbedaan hasil lompatan pada lompat jangkit yang dibuat oleh atlet Indonesia dengan atlet dunia terpaut sekitar 1,82 m (17,79- 15,97=1,82m). Apa sebenarnya yang melatarbelakangi perbedaan yang sangat jauh antara hasil lompatan atlet lompat jangkit dunia dengan hasil lompatan atlet lompat jangkit Indonesia, terutama hasil yang diperlihatkan pada Pekan Olahraga Nasional XVI 2004 di Palembang.
      Selain faktor fisik, terutama kekuatan otot-otot tungkai yang sangat berpengaruh terhadap prestasi lompat jangkit Indonesia, faktor teknik merupakan salah satu faktor yang sangat dominan dalam menghasilkan jarak lompatan. Pengamatan di lapangan menunjukkan masih ada beberapa pelompat yang menampilkan teknik yang kurang baik. Gambaran itu misalnya menyangkut prosentase selama fase hop, step, dan jump yang kurang baik, sehingga masih nampak adanya atlet yang tidak sampai mendarat ke bak lompat. Meskipun para pelompat jangkit dunia berbeda dalam tinggi badan, berat badan, dan kekuatan, kecepatan, tetapi teknik dasar yang digunakan adalah sama, dari mulai awalan (run-up), hop, step, dan jump, dimana para atlet dunia memperlihatkan aplikasi gaya (kekuatan) dengan baik, sehingga gerakannya nampak indah.
      Efisiensi gerak ini memperlihatkan bahwa para pelompat dunia menggunakan teknik lompatan yang baik, aksinya benar-benar efektif. Di luar dari perbedaan-perbedaan minor tersebut, sebenarnya para atlet lompat jangkit dunia menggunakan teknik yang superior yang didasarkan pada penggunaan prinsip-prinsip  mekanika terbaik yang mengendalikan gerak manusia (human movement). Oleh karenanya, dalam penelitian ini yang menjadi ideal formnya yaitu juara dunia lompat jangkit.
      Keuntungan yang akan diperoleh dari pemecahan masalah ini antara lain akan didapatkan gambaran perbandingan antara penampilan teknik para pelompat jangkit Indonesia dengan para pelompat dunia. Dengan demikian akan memberikan informasi yang sangat bermanfaat bagi para pelatih, dan atlet lompat jangkit itu sendiri. Sebaliknya, jika masalah ini tidak diteliti, maka kemungkinan besar tidak akan ada masukan dan perbaikan. Bukti di lapangan menunjukkan bahwa dalam SEA Games 2007 di Thailand, pelompat Indonesia Doni Susanto hanya berada di posisi keempat di bawah pelompat negara Thailand dan Filipina, dengan hasil lompatan 15,99 m.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Lompat Jangkit (Triple Jump)
         Lompat jangkit (kadang-kadang disebut sebagai hop, step dan jump) adalah sebuah olahraga trek andfield (melibatkan jalur di lapangan), mirip dengan lompat jauh, tetapi melibatkan rutinitas “ jingkat (hop), langkah (step) dan melompat (jump)”, dimana pesaing berjalan menyusuri jalur dan melakukan satu jingkatan (hop), satu langkah (step) dan kemudian melompat (jump) ke dalam kotak pasir. Di dalam lompat jungkit sebenarnya terjadi tiga kali tolakan, tiga kali melayang di udara, dan tiga kali pendaratan. Jarak lompatan di ukur dari kumulatif ketiga gerakan lompat jangkit tersebut (hot-step-jump).
         Gerakan lompat jangkit memproyeksikan pusat gaya berat tubuh si pelompat di udara ke arah depan dengan melalui tiga tahapan lompatan atau tumpuan. Yaitu Hop-Step-Jump. Menurut ketentuan si pelompat harus melakukan tiga kali menumpu, menumpu dua kali dengan kaki yang sama yang disebut step dan diakhiri dengan gerakan jump atau lompat. Hasil dari suatu lompatan sangat tegantung dari kecepatan horizontal dan kekuatan pada ketiga tahapan tumpuan tesebut. Jarak antara hop, step, jump bervariasi tergantung dari kecepatan, kekuatan, dan kelentukan otot. Sudut tumpuan yang tepat sangat membantu menjaga kecepatan.
         Lompat jangkit dibagi dalam beberapa tahap gerakan: ancan-ancang, ”jingkat”, ”langkah”, ”lompat’ dan mendarat. Jarak yang ditempuh atlet dalam lompat jangkit dapat diuraikan menjadi rangkaian gerak yang sama seperti pada lompat jauh. Dalam lompat jangkit, take off dan landing untuk tiap dua fase pertama (hop dan step) harus diatur untuk memudahkan fase berikutnya. Misalnya, seorang pelompat jangkit yang memperoleh jarak maksimum (take off+flight+landing) dari fase hop-nya tidak akan mencapai usaha terbaiknya, karena jarak yang diperoleh untuk dua fase berikutnya akan berkurang. Dengan kata lain, jarak yang diperoleh dengan usaha maksimum pada fase hop akan hilang pada fase step dan jump.
         Distribusi usaha yang optimum dari ketiga fase telah menjadi pokok persoalan yang penting. Pokok persoalannya terfokus pada seberapa besar jarak hop (diukur dari papan sampai ujung kaki), jarak step (dari ujung kaki ke ujung kaki), dan jarak jump (dari ujung kaki sampai tanda terdekat pada pasir) dianggap sebagai persentase jarak lompatan yang harus dibandingkan. Teknik lompat jangkit dimana jarak fase hop paling sedikit 2% lebih besar dari pada jarak fase berikutnya yang terpanjang disebut hop-dominated, jarak fase jump paling sedikit 2% lebih besar dari pada fase terpanjang berikutnya disebut jump-dominated, dan bila tidak ada satu fasepun yang lebih panjang 2% daripada jarak terpanjang berikutnya disebut balanced.
         Jarak dan rasio ketiga fase yang dicatat untuk para pelompat dunia memperlihatkan bahwa terdapat perubahan besar dalam teknik yang digunakan selama 80 tahun. Data juga menunjukkan bahwa kontribusi step terhadap prestasi lompatan meningkat dengan rasio antara 28-30% (Hay, 1993). Lompat jangkit memerlukan speed, power, rhytm, balance, fleksibility, dan body awareness. Lompat jangkit disebut sebagai power ballet. Kaki take off harus merupakan bagian dari tungkai yang terkuat, karena digunakan untuk fase hop dan step. Pelompat harus berkonsentrasi pada setiap fase lompatan. Posisi kaki mengenai tanah harus dalam posisi datar atau full-footed pada fase hop dan step, dengan lutut pada tungkai landing sedikit ditekuk untuk persiapan take off.
Lari awalan untuk lompat jangkit sama dengan lari awalan untuk lompat jauh.        Tujuannya adalah untuk memperoleh kecepatan yang lebih besar yang dapat dikontrol selama fase jump. Kurangnya kemampuan teknik dan kekuatan otot tungkai akan menurunkan jarak dan jumlah kecepatan yang harus digunakan untuk lompatan. Perbedaan yang utamaanya adalah transisi menuju jump. Penurunan titik berat badan dalam persiapan lompatan lebih sedikit dalam lompat jauh. Pelompat lari menginjakkan kakinya di papan dalam usahanya untuk mempertahankan kecepatan horisontal dan meminimalkan komponen vertikal pada fase hop. Ketinggian hop yang berlebihan akan mengganggu lompatan karena waktu absorpsi yang meningkat selama landing menurunkan kecepatan horisontal.
B.  Fase Hop
         Gerakan hop adalah gerakan dua kali menumpu kaki yang sama dengan tidak menghambat kecepatan lari atau awalan. Supaya lebih jelasnya perhatikan penjelasan berikut:
Perubahan kecepatan yaitu tekanan kaki ke arah depan dan ke atas yang digerakkan oleh kaki tumpu.
a.       Perubahan gerakan cenderung ke arah depan tidak ke atas.
b.      Setelah menumpu kaki menekan mengayuh dengan tenaga penuh sehinga kaki hamper sejajar dengan tanah.
c.       tahap akhir gerakan dengan sikap melayang untuk melakukan pendaratan.
Sebelum mendarat kaki tumpu harus digerakkan ke depan, sedangkan kaki yang satu tergantung bebas di belakang titik pusat berat badan.
d.      Saat kaki menumpu tumit lebih dahulu menyentuh tanah, tumit berada di depan titik pusat berat badan. saat melayang punggung diusahakan tegak tidak condong.            
         Tungkai take off harus lurus penuh (fully extended) untuk menyelesaikan dorongan pada tanah dan paha tungkai pendorong harus paralel dengan tanah pada saat take off, dengan sudut lutut mendekati 45 derajat dan kaki rileks. Kaki dari tungkai take off harus ditarik mendekatipantat. Tungkai pendorong akan memutarnya dari depan titik beratnya sampai ke belakangnya, sedangkan tungkai take off menarik ke depan. Ketika paha tungkai take off mencapai posisi paralel, bagian bawah dari tungkai lurus melewati lutut dengan posisi kaki dorsi fleksi. Setelah tungkai diluruskan, pelompat melakukan dorongan kuat ke bawah, sebagai persiapan untuk melakukan active landing. Fleksibilitas sangat penting, semakin besar sudut ekstensi selama flight, maka waktu  melayang semakin besar dan semakin besar hop-nya.
C. Fase Step
         Gerakan tumpuan yang ketiga yang dilakukan setelah gerakan tumpuan kaki yang sama, gerakan ini bertujuan mengubah kecepatan ke arah gerakan step, untuk menjaga gerak mendatar sebanyak mungkin untuk dapat mengangkat bobot badannya ke arah jump.
      Fase kedua dalam lompat jangkit dimulai ketika kaki take off menyentuh tanah. Tungkai take off harus dalam keadaan lurus dengan paha tungkai pendorong tepat berada di bawah garis paralel dengan tanah. Ketika pelompat lepas dari tanah, tungkai take off tetap lurus di belakang titik beratnya dengan betis tetap hampir paralel dengan tanah selama mid-flight. Pada waktu yang bersamaan, tungkai yang berlawanan mendorong sampai setinggi panggul dimana tetap dipertahankan sampai mid-flight selama fase step. Sudut lutut tidak lebih dari 900. Ketika pelompat mulai turun, tungkai pendorong lurus dengan ankle fleksi (memperpanjang tuas) dan snap ke bawah untuk melakukan transisi dengan cepat ke fase tiga. Selama fase step, pelompat konsentrasi pada langkah step sejauh mungkin. Hal ini biasanya merupakan fase terlemah dan memerlukan pelatihan yang khusus.
D. Fase Jump
         Fase ketiga dan terakhir dalam lompat jangkit, yaitu lompatan panjang yang diawali dengan lompatan dan bukan lari. Tungkai take off (tungkai pendorong pada fase sebelumnya) diluruskan dengan kuat selama kontak dengan tanah. Dengan paha tungkai dari tungkai bebas berada pada ketinggian pinggang. Lengan mendorong ke depan dan atas, dan melakukan blok selama beberapa saat ketika tangan berada pada ketinggian muka. Togok harus dipertahankan tegak dan dagu ke atas dengan mata diarahkan ke pit. Ketika berada di udara, tungkai bergerak ke posisi menggantung dengan kedua paha berada di bawah togok, lutut bengkok mendekati 90 derajat. Kedua lengan diluruskan ke atas untuk memperlambat rotasi dengan kedua tangan mengarah ke langit. Posisi ini dipertahankan sampai mid-flight. Kedua lengan kemudian mendorong ke depan, bawah, belakang pada saat tungkai diayun serentak ke depan dan paha diangkat sejajar dengan tanah. Lutut tetap bengkok untuk memperoleh keuntungan tuas yang lebih pendek. Ketika paha berada pada posisi paralel, tungkai diluruskan cepat dan ankle fleksi dan posisi jari kaki menghadap ke atas. Pelompat mempertahankan posisi ini sampai tumitnya menyentuh pasir. Ketika lutut benar-benar berada dalam posisi akan menyentuh pasir, maka panggul naik.
E.  Aksi Lengan pada Fase Hop, Step, dan Jump
         Penggunaan single arm action (speed-oriented) atau double arm action (power-oriented) pada saat take off tergantung pada pilihan pelompat. Untuk pelompat pemula, take off single arm lebih mudah dilakukan karena gerakannya sama dengan gerak lari. Metode double arm menghasilkan power ketika take off, tetapi pelompat pemula sering menurunkan kecepatan saat mendekati persiapan, dengan demikian menurunkan efek power tambahan. Dalam teknik single arm, lengan sedikit menyilang di depan badan ketika step akhir. Ketika take off step dimulai, kedua lengan diam di samping badan dan tidak dan tidak diayun. Kedua lengan pada saat diturunkan akan mendekati pangggul bertemu dengan lengan yang dibelakang dan kedua lengan bergerak selama lompatan. Ketika kaki take off kontak dengan tanah, kedua lengan mendorong ke depan dan atas tubuh. Sudut kedua lengan di sikut lebih besar dari 900 untuk menciptakan impuls ke depan yang lebih besar.
         Tak ada keperluan untuk melakukan dorongan ke atas pada teknik ini. Seperti pada teknik single arm, lengan diblok sesaat pada ketinggian muka dan tungkai pendorong di blok ketika paha mendekati ketinggian pinggang. Sekalipun demikian penekanan harus difokuskan pada kecepatan horisontal, dan bukannya ketinggian lompatan. Dorongan kedua lengan dan tungkai memberikan impuls vertikal yang diperlukan, tanpa melakukan lompatan ke atas. Setelah kedua lengan diblok, kemudian ditarik ke belakang badan untuk persiapan fase step. Ketika menggunakan teknik double arm, pelatih harus memastikan atletnya untuk tidak melakukan dorongan ke atas sebelum fase pertama dengan mengayunkan kedua lengan ke belakang saat take off. Penambahan dorongan tersebut hanya akan menurunkan kecepatan horisontal yang penting.
F.  Dorongan Kaki (Foot Strike) pada Ketiga Fase
         Transisi dari hop ke step, dan dari step ke jump, merupakan factor penting dalam mempertahankan kecepatan terbesar selama tiap fase lompatan. Active landing ini (pawing) sama dengan dorongan kaki menggaruk tanah dan menarik ke arah tubuh. Selama active landing, tungkai pelompat diluruskan, ankle di fleksikan dan tuas keseluruhan ditarik ke bawah dengan kuat pada bagian mid-foot yang menyentuh tanah. Selama kontak, tubuh bergerak ke depan dengan ujung kaki sambil mendorong tanah. Jika atlet mendarat kaku dengan tumit, maka akan terjadi braking action yang menurunkan kecepatan dan jarak lompatan serta meningkatkan kemungkinan terjadinya cedera.


BAB III
PENUTUP
         Lompat jangkit merupakan power ballet, maka para pelompat jangkit Indonesia harus meningkatkan power tungkai, kecepatan run-up, keseimbangan, dan fleksibilitas. Kurangnya power dan keterampilan teknik (pengamatan beberapa pelompat) akan menurunkan jarak dan jumlah kecepatan yang akan ditransfer. Berdasarkan analisis pendekatan tradisional dengan ideal form Victor Saneyev (juara olimpiade 3 kali), maka para pelompat Indonesia dianjurkan untuk menggunakan double arm-action.





DAFTAR PUSTAKA
Ballesteros, J.M. 1992. Basic Coaching Manual: IAAF.
Bartlett, R. 1997. Introduction to Sports Biomechanics: E & FN SPON An Imprint of Chapman & Hall.
Bober, T. 2004. Investigation of the Take-off Technique in the Triple Jump. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen Issue number 4. December 2004.
Carr, G. 1997. Mechanics of Sport: Human Kinetics.
Dyson, G.H.G., et.al. 1962. Dyson’s Mechanics of Athletics: Hodder and Stoughton.
Dickwach. 2004. Characteristics of the Target Technique in the Triple Jump and Conclusions for the Formation of Technique Training. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen issue number 4. December 2004.
Hay, J. 1993. The Biomechanics of Sports Techniques. New Jersey: Prentice Hall Englewood Cliffs.
Knudson, D.V. Morrison, C.S. 1997. Qualitative Analysis of Human Movement. Human Kinetics.
Knoedel, J. 2004. Active Landing in the Triple Jump. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen issue number 4. December 2004.
Lawson, B. 1980. Triple Jump. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen Issue number 4. December 2004.
LeBlanc, S. 2004. The Role of Active Landing in the Horizontal Jumps. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen issue number 4. December 2004.
Miladinov., et.al. 2004. Individual Approach in Improving The Technique of Triple Jump for Women. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen Issue Number 4. December 2004.
Simonyi, G. 2004. Triple Jumping with A Double-arm Swing. Berlin: IAAF New Studies in Athletics. Volume Nineteen Issue Number 4. December 2004.143.

12 komentar: